Tuesday, June 28, 2016

Menjadi Ibu Teladan

Banyak kalangan bahkan saudara Ibu sendiri yang belum tahu,  bahwa Ibu pernah menjadi ibu teladan yang diadakan pemkot Surakarta meski hanya masuk 5 besar.  Sekitar tahun 1978 atau 1979 dimana penulis masih awal awal masuk pendidikan Sekolah dasar (SD). Masih dalam  ingatan saya, pagi itu di rumah sedang diadakan pembenahan pembenahan, yakni saya disuruh Ibu menata ulang baik meja dan kursi serta meminjam beberapa buah kursi dari ponpes Nirbitan Solo, ponpes ini didirikan ayah ibu saya yang secara otomatis menjadi kakek saya.  Tidak lama kemudian sekitar jam 10.00 pagi, banyak rombongan (kalo tidak salah) ada 2 mobil yang berasal dari pemkot kota Surakarta ( saat itu tamu bermobil bisa dianggap tamu super wah atau pejabat tinggi ) dan satu lagi dari Organisasi Wanita Surakarta.  Saya pun diberitahu Ibunda setelah setahun/ 2 tahun  kemudian, mengingat waktu itu saya memang belum saatnya menerima info atau berita.

Dalam rombongan yang kebanyakan memang wanita, ada sosok yang dikenal baik baik saat itu yakni Ibu Dra. Murfiah Sarwono. Ibu Murfiah ini memang dikenal sebagai penggerak wanita muslimah Surakarta dan berlangsung untuk kurun waktu yang cukup panjang dan juga penggiat aktivitas wanita tingkat daerah bidang kesejahteraan wanita dan sosial. Ada pemandangan yang kurang sedap, demikian Ibu jika kisahkan di balik peristiwa yang menimpanya. Yakni, kejadian itu (di rumah ramai tamu ) yang nampak orang orang penting duduk dalam satu mejelis, sedang rumah Ibu saya masih amat sangat sederhana, yakni berlantai tanah. Tembok masih berupa gedhek (bambu yang dianyam), dan bilamana ada hujan sering bocor (terocoh : bahasa Jawa). Saat itu juga saya baru kenal, Ibu pesan konsumsi atau makanan khusus dalam kardus kotak yang ternyata itu tanda akan kedatangan tamu tamu istimewa. Subahaanalloh......!!

Tiada Gading Yang Tak Retak, inilah kenyataan dan realita hingga sampai sekarang. Acara bertajuk pemilihan Ibu Teladan tingkat Kota Surakarta, nampaknya kurang mendapat respon positiv dari adiknya Ibu (bibi saya). Mungkin dimaklumi sesama wanita dan usianya tidak terlampau jauh, bahkan adik ibu saya punya status agak istimewa, yakni Guru Resmi (saat itu) dan sekarang menikmati dana pensiun juga tiap bulan sedang Ibu saya tidak samasekali, karena Ibu saya hanya berprofesi GTT (Guru Tidak Tetap). Sebagai gambaran singkat saja, saat itu Ibu saya memiliki 6 orang putra dengan status janda, almarhum ayah saya wafat tahun 1971 atau saya baru usia 2 th an. Dengan anak 6 ini, pekerjaan GTT sebuah SMP swasta, kakak paling besar diterima di Telkom Bandung. Adiknya di ITB Teknik Kimia (sekarang sudah master) dan mengajar di Polband ITB, adiknya diterima di UGM (wanita, namun karena kurang biaya akhirnya cukup kuliah di Solo (PGSLP) yang cukup murah biayanya. Kakak saya nomor 2 hanya sampai STM, namun memiliki besan Rektor sebuah PTS di Solo dan anak anaknya cukup mandiri serta tinggal 1 saja sedang studi di UNS. Sedang penulis sendiri, pernah sekolah/ kuliah di UGM serta masuk jalur tanpa test/ PMDK saat itu ( tahun 1987 ) dan alhamdulillah juga lulus, tidak DO (drop out). Barangkali atau ternyata, atau kemungkinan besar demikian saya punya penilaian,  nilai keteladaan Ibu yang sekarang tanpa pensiun dari institusi manapun, pembuktiannya justru di masa mendatang. Bukan saat penilaian berlangsung (menurut saya). Sesuatu yang langka dan bisa saja demikian kanjeng pembaca yang budiman.




No comments: