Saturday, August 20, 2016

Saat Wafatnya Sang Suami

Pada tulisan kali ini, Ibu dengan berkaca kaca sesekali berlinang air matanya walaupun hanya sedikit tetesannya mengenang wafatnya sang suami atau ayah saya. Beliau kisahkan bahwa dengan keluguan ayah, hanya mengetahui berbagai hukum secara islam ( maklum dari ponpes ), awam dengan hukum kenegaraan. Suatu ketika, ada seorang saudari nya yang minta tolong untuk menanyakan tentang warisan kepada hakim yang ternyata juga teman akrab almarhum ayahanda. Namun justru akibatnya, cukup fatal. Komentar Ibu, jika menanyakan masalah perdata alias warisan, alamat sang hakim akan terusik statusnya. Bahkan lanjut Ibu, berlanjut bisa dipecat. Hmmmm, lantas fungsi sebenarnya terhadap keluhan masyarakat bagaimana...??

Inilah yang masih mengganjal, dan saat itu saya sedang usia 1,5 tahunan. Hanya Alloh Yang Maha Tahu. Sang Hakim ini asalnya kawan akrab bahkan termasuk kawan diskusi sehabis solat subuhan.


Thursday, August 4, 2016

Harapan Ibu Tentang Putri Cantiknya

Waktu naik bus umum dari Bandung menuju Jogja dengan Bandung Express via pantura, sebelum turun atau tepatnya masih sampai di Magelang, saya melihat dan mendengarkan ibu dan putrinya yang seumuran SMA seperti kebingungan menanyakan kampus STPN atau Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional yang ada di jalan Godean Jogja. Setelah saya simak, ternyata Ibu ini antar anaknya akan test di STPN dan rencananya mau menginap selama test.


Kampus STPN di Jalan Godean Jogja

Lalu saya dekati Ibu dan saya memberikan arahan serta informasi yang diperlukan tentang STPN, ini dikarenakan beberapa dosen disana adalah kawan kawan saya saat kuliah di Jogja dulu dan mustinya sudah dengan jabatan yang cukup berpengaruh. Ibu dan gadis cantiknya, rupanya masih seperti ragu dengan penjelasan saya, yakni mencoba menanyakan penumpang di depannya. Saya duduk di belakangnya. Akhirnya, semua crew bus dan sopir mengatakan untuk ikuti saya saja karena Ibu akan menginap dan sebisa mungkin dengan STPN tidak terlalu jauh. Turun di Pingit, akhirnya kami bertiga naik jalur 15 untuk turun di Hotel Rama yang jaraknya lebih kurang 0,5 km dari STPN dan tarifnya pun terjangkau untuk room standar. 

Keinginan Ibu ini, akhirnya bernama Ibu Annas dan gadisnya Sofiya Zahra menuruti pesan suami Ibu Annas (alm) yang dulunya pegawai di BPN Sumedang. Jika anaknya lulus SMA supaya mendaftar di STPN, dan test tahap awal : test ukuran tinggi badan yang ditetapkan minimal 160 cn buat putri dan 165 buat putra. Ibu katakan, anaknya sudah diukur di Sumedang tingginya 160 cm lebih sedikit. Esoknya, yakni hari Selasa tanggal 2-8-2016 dilaksanakan test ini dan saya hingga saat ini hanya tinggalkan PIN BB saya, mengingat sampai Jogja HP dalam keadaan off,  dan charger tertinggal di Bandung. Tapi itu bukan persoalan utama bagi saya, gumam saya.

Kemarin tepatnya hari Rabu 3-8-2016, usai aktivitas di studio saya seperti biasa antar jaitan dan ambil jahitan mencoba untuk mendengar info test dan pihak Hotel katakan bahwa Ibu dan anak nya sudah balik Sumedang. Kata pegawai hotel, tingginya kurang 3-4 cm. Saya merasa terharu dengan kenyataan ini, di Sumedang tinggi terukur 160 cm di Jogja bisa lain. Apa hubungan antara tinggi badan dengan status mahasiswi...?. Namun itulah adanya, ketetatapan kampus adalah bagai dewa mutlak tak bisa diganggu gugat. Apa ada yang salah dengan ciptaan Tuhan hingga ingin kuliahpun dibatasi demikian rupa....?, jawabnya hanya Wallohu A'lam, saya bukan PNS atau pejabat yang berwenang.

Monday, August 1, 2016

Pemakaman Ke Banyumas

Melanjutkan tulisan sebelumnya karena ini hanya terjadi sekali untuk pemakaman almarhum Bp Drs Eko Prasetyo, MPd tidak ada salahnya penulis turunkan di blog ini mengingat pemakamannya tidak berlangsung di Jogja, namun di tempat asalnya ( Banyumas ) jawa Tengah. Pagi ini prosesi atau upacara seperlunya dilangsungkan di rumahnya Telogo Gamping Ambarketawang, dihadiri jajaran atau aparat kalurahan serta pihak kampus UNJ dalam hal ini diwakili Wakil Rektor, dan penulis sempat mengikuti prosesi ini.





Jam 8.00 pagi tadi, jenazah dengan beberapa rombongan baik dari kampus dan kampung dimana Bp Eko dan Ibu Eko tinggal terakahir. Ibu Eko bekerja sebagai staff kantor di Universitas Mercu Buana Jogjakarta, rupanya kampus ini milik keluarga besar alm. Probosutedjo, adik mantan presiden di masa Orde baru ( Soeharto, alm ).


Saat mau Diberangkatkan









Ketabahan Ibu Atas Sakit Suami

Malam ini tetangga saya Bp Ir, Eko MM, dosen IKIP Jogja atau UNJ sekarang menghembuskan nafas terakhir setelah Ashar tadi di RS PKU Gamping Jogja. Penulis ikuti perkembangan kesehatannya sejak  sepekan sebelum Lebaran kemarin dan 2 mingguan setelah Lebaran. Bahkan seminggu yang lalu atau Senin (tepat hari ini seminggu) saat terakhir saya membesuk di RS Panti Rapih Jogja, memang nampak tanda tanda tipisnya harapan jika sang almarhum menapak kehidupan lagi. Sepekan sebelum lebaran usai oprasi kanker usus atau lambung, bentuk dan struktur badan masih utuh hanya memang sedikit agak kurus. Usai Lebaran atau tepatnya sepekan, saya dikejutkan dengan habisnya beberapa gigi atau bahasa sehari harinya " rontok ". Dugaan saya, mungkin menggunakan gigi palsu sehingga bisa lepas lagi atau dibersihkan. Ternyata tidak, memang betul betul akibat keganasan kanker yang diderita. Sikap sabar dan pasrahnya sang almarhum (tidak mengeluh ) membuat penulis cukup penasaran. Kadang kita sakit kepala sedikit, sudah ratusan kata kita keluarkan bilamana perlu muncul status di media sosial.




Penulis perlu menorehkan pengalaman ini karena didasarkan atas kisah istrinya ( Ibu Eko ) yang masih tetap segar dan bersahaja menerima kenyataan penyakit yang diderita suaminya. Pasca oprasi di bagian tengah, baca perut dibuatlah " lobang " untuk saluran buang air besar (B.A.B) nya. Inilah realita tersendiri dan almarhum di awal awal usai oprasi masih lancar berkomunikasi dengan para pengunjung di rumahnya. Sholat dan dzikir pun masih lancar. Keadaan ini berlangsung hingga sepekan usai Lebaran. Dengan setia Ibu Eko mendampingi disampingg putra putrinya yang sudah beranjak dewasa. Usia almarhum berkisar 55 tahunan, sedang Ibu Eko sepertinya belum sampai 50 tahunan. Seminggu yang lalu, penulis harus ke Solo karena menerima info Ibu saya tensinya naik lagi dari putri bibi saya. Segera saya mengegas CB untuk beranjak dan pergi ke Solo. Namun sampai RS Panti Rapih, sempat bezuk almarhum dan inilah pemandangan mulai banyak perubahan. Gigi habis semua, kaki yang mengecil, tubuh makin kurus dan makan mulai susah, serta tiap kali makan langsung muntah lagi. Ada yang mengherankan, tiap diingatkan sholat responnya cepat atau kesadarannya penuh., Inilah yang cukup membuat optimisme tersendiri. Saat itu adik adik almarhum dari Banyumas juga hadir dan sempat menginap di Jogja.

Meski harus ke Solo malam itu, mengingat kondisi almarhum makin parah yakni penglihatan mulai menandakan : gembira, sedih dan sesekali mata tertutup menjadikan penulis tidak beranjak dari waktu kunjungan. Saya sempatkan membaca QS Yasin hingga usai, beberapa lafadz dizikir saya bisikkan dan al fatihah serta bacaan doa lainnya, agar kiranya penglihatannya diberikan kecerahan dan bersinar. Wallohu A'lam, apakah saat seperti sedih atau bahkan mata tertutup beliau diperlihatkan sesuatu..!. Hingga jam kunjung berakhir, saya harus keluar dari waktu kunjungan, meski sebenarnya masih was was juga, namun inilah aturan RS. Ternyata, esoknya yakni Selasa tanggal 26 Juli 2016, Bu Eko membawa pasien ini kembali ke rumahnya Gamping Ambarketawang. Tiga hari kemudian, masuk lagi ke RS namun di RS terdekat yakni RS PKU Muhamadiyah Gamping hingga hari Sabtu (sepanjang penulis tahu), karena penulis Sabtu sore harus ke Bandung menghadiri Halal Bihalal alumni SMA yang kebetulan akan dihadiri 2 Jendral. Satu jenderal memang pernah kost saat SMA di pondok kakek (alm), yang lainnya kost di tempat lain. Saat itu, saya masih kelas III SD namun masih ingat siapa dan apa kebiasaan sang jenderal ini, yang dulu sukanya bicaa keras keras dan rebutan masak nasi (maklum zaman 80 an masih sangat tradisional kebiasaan anak anak yang mondok/ kost).

Sebelum ke Bandung, penulis sempat menuliskan beberapa ayat ayat Quran diantaranya : QS Yasin 69-70, Al Fatihah, dan doa doa yang agak berat lainnya hasil ide saya sendiri, namun belum semua saya salin mengharuskan saya untuk naik Bus ke Bandung.  Ternyata dan ternyata, salinan doa belum saya selesaikan dan itulah akhir hayat sang dosen ini, dan setelah saya pulang dari Bandung atau hari ini, di jam yang sama yakni setelah Ashar beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Ada sedikit rasa bersalah, karena belum sempat selesaikan salinan dan menyerahkan pada Bu Eko yang sedang ( tidak perlu diterangkan bagaimana rasanya ) bolak balik RS serta berapa biayanya. Selamat Jalan Bapak Dosen yang Penyabar dan Santun, Semoga Alloh SWT mengampuni kesalahan kesalahannya dan diterima semua amal salihnya, Amin. Kepada Ibu Eko semoga tetap dalam ketaqwaan dan kesabaran atas dipanggil suaminya yang memang semua yang di dunia ini Milik Alloh SWT., Inna Lillahi Wainnaa Ilaihi Raji'un.


Allohummaghfirlahu Warhamhu Wa'afihi Wa'fu 'Anhu

inzet : bbrp ayat dan lafadz doa yang sudah ditulis belum sempat diberikan Ibu Eko karena kudu berangkat Bandung