Wednesday, September 14, 2016

Tetap Tegar Di Usia 80 Tahun Lebih

Pada acara syawalan keluarga besar kami  Lebaran tahun ini masih dilengkapi beberapa nenek nenek yang berusia 80 tahun lebih. Sebut saja ibu saya, budhe atau bibi saya, dan eyang putri. Keluarga Besar ini atas nama Kleluarga Besar Abu Amar Jamsaren Surakarta. Perlu diketahui, beliau adalah " mertuwa " dari kakek saya yang wafat sekitar tahun 190 an. Bisa dibayangkan berapa jumlah anak cucu hingga cicit yang jika dikupmpulkan secara bersamaan. 

Almarhum Abu Amar, demikian nama yang menghiasi komunitas pondok pesantren di bilangan Solo Selatan cukup punya nama, mengingat status terakhir beliau adalah Penasehat Raja Surakarta yang berkuasa saat itu baik secara yuridis atau de facto. Beliau memiliki 3 istri dan jumlah keseluruhannya adalah 21 putra putri (anak)..

Eyang Putri, Budhe (Bibi) dan Ibu Saya Paling Kanan

Ibu saya berada di garis istri yang pertama, itupun dari anak yang paling akhir ( ragil : bhs Jawa ). Sedang ibu saya saudaranya 17 dari 1 Ibu dan ibu saya nomor 2 dari 17 saudara itu. Alhamdulillah, beliau masih bisa bercerita banyak baik seputar orang tuanya (kakek saya) atau orang tua kakek saya (kakek buyut). Memang usia itu di tangan Alloh SWT (Tuhan), namun apa dan bagaimana resep nya agar kiranya di usia senja tetap seperti biasa saja. 

Adapun tentang organ tubuh ( bahasa sehari hari : onderdil ), tentu mengalami kemunduran dan hal ini sangat dimaklumi. Sebut saja Ibu saya, masalah tulisan, koran, buku bebas, hingga membaca Al Quran tidak masalah. Saat ini bahasa tulisan menjadi kunc sehari hari dengan siapapun bertemu. Sedangkan pendengaran, bisa dikatakan sudah zero ( 0 ). Tulisan di blog ini, sudah melewati dimana Ibu sudah gangguan total tentang pendengaran.

Mengenai ketegaran mereka mereka yang sudah usia udzur, semoga tulisan yang akan datang sudah ditemukan jawabannya.




Wednesday, September 7, 2016

Sampaikan Salam Ibu

Kalimat ini selalu terucap manakala saya pamitan mau pergi keluar kota manapun. Ibu sangat paham akan kebiasaan saya, yakni akan mampir ke saudara dimanapun selama masih ada waktu. Hal ini memang terjadi tidak sekejap, namun ada pembelajaran saat saya masih kecil. Saya sendiri pun tidak atau belum tahu maknanya arti sebuah mampir ke tempat saudara saat itu. Yang saya ketahui saat saya masih kecil, diluar Ibu sebagai Guru (meski status GTT sebuah SMP swasta) beliau ulet membawa dagangan berupa kain, baju muslim, batik untuk kalangan saudara saudara suaminya di Jawa Timur mulai Nganjuk, Kertosono hingga Jombang. Dan ini berlangsung hingga saya sekolah di SLTA yang mana akhirnya saya meneruskan untuk urusan penagihan, pengiriman barang serta menjadi wakil keluarga besar jika ada yang diperlukan.

Waktu yang biasa beliau pakai untuk misi atau pekerjaan ini setiap tahun 2 kali, maklum waktu itu tiap tahun ada 2 semester. Ada juga yang beliau tidak melakukan transaksi, namun sebatas silaturahim biasa menanyakan kabar dan perkembangan saudara saudara ayah saya (alm). Saat SMP, saya sendiri memperoleh pelajaran hadist (etika etika yang diajarkan Nabi Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan atau etika etika dalam bersosialisasi kemasyarakatan ) dari Ibu saya sendiri, intinya : barangsiapa yang ingin dipanjangkan umurnya atau diluaskan rizkinya maka sambunglah tali persaudaraan (silaturaahim). Mungkin inilah yang membuat saya jika akan bepergian, Beliau selalu berpesan demikian. Sederhana dan murah serta mencairkan suasana.