Monday, August 1, 2016

Ketabahan Ibu Atas Sakit Suami

Malam ini tetangga saya Bp Ir, Eko MM, dosen IKIP Jogja atau UNJ sekarang menghembuskan nafas terakhir setelah Ashar tadi di RS PKU Gamping Jogja. Penulis ikuti perkembangan kesehatannya sejak  sepekan sebelum Lebaran kemarin dan 2 mingguan setelah Lebaran. Bahkan seminggu yang lalu atau Senin (tepat hari ini seminggu) saat terakhir saya membesuk di RS Panti Rapih Jogja, memang nampak tanda tanda tipisnya harapan jika sang almarhum menapak kehidupan lagi. Sepekan sebelum lebaran usai oprasi kanker usus atau lambung, bentuk dan struktur badan masih utuh hanya memang sedikit agak kurus. Usai Lebaran atau tepatnya sepekan, saya dikejutkan dengan habisnya beberapa gigi atau bahasa sehari harinya " rontok ". Dugaan saya, mungkin menggunakan gigi palsu sehingga bisa lepas lagi atau dibersihkan. Ternyata tidak, memang betul betul akibat keganasan kanker yang diderita. Sikap sabar dan pasrahnya sang almarhum (tidak mengeluh ) membuat penulis cukup penasaran. Kadang kita sakit kepala sedikit, sudah ratusan kata kita keluarkan bilamana perlu muncul status di media sosial.




Penulis perlu menorehkan pengalaman ini karena didasarkan atas kisah istrinya ( Ibu Eko ) yang masih tetap segar dan bersahaja menerima kenyataan penyakit yang diderita suaminya. Pasca oprasi di bagian tengah, baca perut dibuatlah " lobang " untuk saluran buang air besar (B.A.B) nya. Inilah realita tersendiri dan almarhum di awal awal usai oprasi masih lancar berkomunikasi dengan para pengunjung di rumahnya. Sholat dan dzikir pun masih lancar. Keadaan ini berlangsung hingga sepekan usai Lebaran. Dengan setia Ibu Eko mendampingi disampingg putra putrinya yang sudah beranjak dewasa. Usia almarhum berkisar 55 tahunan, sedang Ibu Eko sepertinya belum sampai 50 tahunan. Seminggu yang lalu, penulis harus ke Solo karena menerima info Ibu saya tensinya naik lagi dari putri bibi saya. Segera saya mengegas CB untuk beranjak dan pergi ke Solo. Namun sampai RS Panti Rapih, sempat bezuk almarhum dan inilah pemandangan mulai banyak perubahan. Gigi habis semua, kaki yang mengecil, tubuh makin kurus dan makan mulai susah, serta tiap kali makan langsung muntah lagi. Ada yang mengherankan, tiap diingatkan sholat responnya cepat atau kesadarannya penuh., Inilah yang cukup membuat optimisme tersendiri. Saat itu adik adik almarhum dari Banyumas juga hadir dan sempat menginap di Jogja.

Meski harus ke Solo malam itu, mengingat kondisi almarhum makin parah yakni penglihatan mulai menandakan : gembira, sedih dan sesekali mata tertutup menjadikan penulis tidak beranjak dari waktu kunjungan. Saya sempatkan membaca QS Yasin hingga usai, beberapa lafadz dizikir saya bisikkan dan al fatihah serta bacaan doa lainnya, agar kiranya penglihatannya diberikan kecerahan dan bersinar. Wallohu A'lam, apakah saat seperti sedih atau bahkan mata tertutup beliau diperlihatkan sesuatu..!. Hingga jam kunjung berakhir, saya harus keluar dari waktu kunjungan, meski sebenarnya masih was was juga, namun inilah aturan RS. Ternyata, esoknya yakni Selasa tanggal 26 Juli 2016, Bu Eko membawa pasien ini kembali ke rumahnya Gamping Ambarketawang. Tiga hari kemudian, masuk lagi ke RS namun di RS terdekat yakni RS PKU Muhamadiyah Gamping hingga hari Sabtu (sepanjang penulis tahu), karena penulis Sabtu sore harus ke Bandung menghadiri Halal Bihalal alumni SMA yang kebetulan akan dihadiri 2 Jendral. Satu jenderal memang pernah kost saat SMA di pondok kakek (alm), yang lainnya kost di tempat lain. Saat itu, saya masih kelas III SD namun masih ingat siapa dan apa kebiasaan sang jenderal ini, yang dulu sukanya bicaa keras keras dan rebutan masak nasi (maklum zaman 80 an masih sangat tradisional kebiasaan anak anak yang mondok/ kost).

Sebelum ke Bandung, penulis sempat menuliskan beberapa ayat ayat Quran diantaranya : QS Yasin 69-70, Al Fatihah, dan doa doa yang agak berat lainnya hasil ide saya sendiri, namun belum semua saya salin mengharuskan saya untuk naik Bus ke Bandung.  Ternyata dan ternyata, salinan doa belum saya selesaikan dan itulah akhir hayat sang dosen ini, dan setelah saya pulang dari Bandung atau hari ini, di jam yang sama yakni setelah Ashar beliau menghembuskan nafas terakhirnya. Ada sedikit rasa bersalah, karena belum sempat selesaikan salinan dan menyerahkan pada Bu Eko yang sedang ( tidak perlu diterangkan bagaimana rasanya ) bolak balik RS serta berapa biayanya. Selamat Jalan Bapak Dosen yang Penyabar dan Santun, Semoga Alloh SWT mengampuni kesalahan kesalahannya dan diterima semua amal salihnya, Amin. Kepada Ibu Eko semoga tetap dalam ketaqwaan dan kesabaran atas dipanggil suaminya yang memang semua yang di dunia ini Milik Alloh SWT., Inna Lillahi Wainnaa Ilaihi Raji'un.


Allohummaghfirlahu Warhamhu Wa'afihi Wa'fu 'Anhu

inzet : bbrp ayat dan lafadz doa yang sudah ditulis belum sempat diberikan Ibu Eko karena kudu berangkat Bandung














No comments: